Kamu mungkin pernah berpikir: “Kalau aku punya gaji lebih tinggi, aku pasti bahagia.”
Atau: “Kalau aku punya rumah sendiri, hidupku pasti tenang.”
Tapi setelah itu tercapai, kebahagiaan itu cuma bertahan sebentar — lalu kamu kembali merasa biasa saja dan mulai mengincar hal baru lagi.
Kalau kamu pernah ngerasa begitu, selamat datang di Hedonic Treadmill, jebakan psikologis di mana manusia terus berlari mengejar kesenangan, tapi tidak pernah benar-benar sampai pada kebahagiaan.
Dalam artikel ini, kita bakal bahas secara lengkap apa itu Hedonic Treadmill, tanda-tanda kamu terjebak di dalamnya, dan cara keluar dari siklus kesenangan semu agar bisa hidup dengan lebih tenang, sadar, dan bermakna.
1. Apa Itu Hedonic Treadmill?
Secara sederhana, Hedonic Treadmill adalah kondisi di mana seseorang terus mencari kebahagiaan lewat pencapaian eksternal — uang, barang, status, atau validasi — tapi selalu kembali ke titik netral setelah beberapa waktu.
Istilah ini diperkenalkan oleh psikolog Brickman dan Campbell pada tahun 1971, untuk menjelaskan fenomena bahwa:
“Manusia cepat beradaptasi terhadap perubahan hidup, baik positif maupun negatif.”
Artinya, meskipun kamu mengalami hal besar seperti naik gaji, beli mobil baru, atau liburan mewah, efek bahagianya hanya sementara. Setelah itu, kamu akan terbiasa dan mulai mengejar sesuatu yang lebih besar lagi.
Ibarat treadmill — kamu berlari keras, tapi tetap di tempat yang sama.
2. Contoh Nyata Hedonic Treadmill dalam Kehidupan Sehari-hari
Hedonic Treadmill sering muncul tanpa disadari dalam berbagai aspek hidup:
- Finansial:
“Kalau penghasilanku dua kali lipat, aku pasti bahagia.”
Tapi saat tercapai, kamu mulai pengin lebih banyak lagi. - Karier:
Setelah naik jabatan, kamu senang sebentar. Tapi segera muncul target baru yang bikin stres lagi. - Hubungan:
Di awal hubungan semuanya terasa sempurna, tapi seiring waktu kamu merasa biasa saja, lalu mencari “rasa baru” di tempat lain. - Gaya hidup:
Kamu beli gadget terbaru, merasa puas seminggu, lalu bosan dan pengin yang baru lagi.
Semua itu bukan salahmu — itu mekanisme alami otak manusia yang terus mencari dopamin alias “rasa senang sementara.”
3. Tanda-Tanda Kamu Masih Terjebak dalam Hedonic Treadmill
Kalau kamu penasaran apakah kamu masih terjebak di dalamnya, berikut beberapa tanda yang bisa jadi alarm penting buatmu:
1. Kamu Selalu Merasa “Kurang”
Apa pun yang kamu punya, selalu ada rasa belum cukup.
Punya pekerjaan bagus? Pengen yang lebih tinggi.
Punya pasangan baik? Masih bandingkan dengan orang lain.
2. Kamu Cepat Bosan dengan Hal Baru
Barang baru, pengalaman baru, atau pencapaian baru hanya bikin bahagia sebentar. Setelah itu, kamu balik lagi ke rutinitas dan mulai cari hal lain untuk dikejar.
3. Kamu Mengukur Kebahagiaan dari Pencapaian Eksternal
Bahagiamu bergantung pada hal di luar dirimu — likes di media sosial, validasi orang lain, status sosial, atau jumlah saldo di rekening.
4. Kamu Selalu Mengejar “Next Big Thing”
Setiap kali satu tujuan tercapai, kamu langsung cari tujuan lain tanpa menikmati hasilnya. Hidupmu seperti lomba tanpa garis finish.
5. Kamu Sulit Merasa Puas
Nggak peduli seberapa banyak yang kamu capai, kamu tetap merasa ada yang kurang.
Hati kecilmu bilang: “Kayaknya aku belum cukup.”
6. Kamu Mudah Stres dan Lelah Secara Mental
Karena kamu terus berlari di atas “treadmill kebahagiaan,” kamu nggak pernah istirahat untuk menikmati hidup. Akhirnya, kamu merasa capek tapi nggak tahu kenapa.
4. Kenapa Otak Kita Suka Terjebak dalam Hedonic Treadmill
Secara ilmiah, otak manusia dirancang untuk beradaptasi cepat.
Hal ini disebut “hedonic adaptation.”
Dulu, ini berguna untuk bertahan hidup — manusia perlu terus mencari makanan, keamanan, dan pasangan.
Tapi di zaman modern, insting ini malah bikin kita sulit puas.
Setiap kali kamu dapat sesuatu yang kamu inginkan, otakmu melepaskan dopamin (hormon kebahagiaan). Tapi dopamin itu cepat habis, dan kamu mulai mencari sumber kesenangan baru.
Hasilnya: kamu terus berlari, tanpa pernah merasa sampai.
5. Efek Jangka Panjang Terjebak di Hedonic Treadmill
Kamu mungkin nggak sadar, tapi hidup di atas “treadmill kebahagiaan” bisa punya dampak serius:
- Kelelahan emosional dan fisik.
Karena kamu selalu merasa kurang, kamu terus bekerja lebih keras tanpa kepuasan sejati. - Kehilangan arah hidup.
Kamu terlalu sibuk mengejar hal-hal yang “dianggap penting” oleh orang lain, bukan yang benar-benar penting buatmu. - Hubungan jadi dangkal.
Karena fokusmu hanya pada hasil dan validasi, kamu kehilangan koneksi manusia yang tulus. - Kebahagiaan semu.
Kamu mungkin terlihat sukses di luar, tapi di dalam terasa kosong dan kehilangan makna.
6. Cara Keluar dari Hedonic Treadmill
Kabar baiknya: kamu bisa keluar dari siklus ini — bukan dengan berhenti mengejar impian, tapi dengan mengubah cara pandang terhadap kebahagiaan.
Berikut langkah-langkahnya:
1. Sadari Bahwa Kebahagiaan Itu Datang dari Dalam
Kebahagiaan sejati bukan hasil dari pencapaian, tapi dari rasa syukur dan kesadaran.
Mulailah setiap hari dengan momen refleksi: “Apa yang sudah aku punya yang pantas aku syukuri?”
2. Hargai Proses, Bukan Hanya Hasil
Alih-alih fokus pada tujuan akhir, nikmati setiap langkah yang kamu ambil.
Belajar melihat makna di balik perjalanan, bukan hanya pada garis finish.
3. Kurangi Perbandingan dengan Orang Lain
Setiap kali kamu membandingkan dirimu, kamu kehilangan rasa cukup.
Ingat: kebahagiaanmu nggak diukur dari pencapaian orang lain.
4. Latih Mindfulness
Hiduplah di momen sekarang. Sadari apa yang kamu rasakan tanpa harus menilai atau menuntut lebih.
Dengan mindfulness, kamu bisa menikmati hal sederhana — dari secangkir kopi sampai percakapan hangat.
5. Tetapkan Nilai-Nilai Hidup yang Jelas
Tanyakan ke diri sendiri:
“Apa yang benar-benar penting bagiku?”
Bukan apa yang dunia bilang penting, tapi apa yang memberi makna dan ketenangan.
6. Berlatih Minimalisme Emosional
Belajarlah untuk tidak mengaitkan kebahagiaan dengan hal-hal material.
Semakin sedikit yang kamu butuhkan untuk bahagia, semakin bebas kamu hidup.
7. Kebahagiaan Sejati Bukan Tentang Pencapaian, Tapi Kebermaknaan
Kamu bisa punya semua yang dunia tawarkan, tapi tetap merasa kosong kalau hidupmu nggak punya arah atau makna.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengejar makna hidup (meaning) cenderung lebih bahagia daripada yang hanya mengejar kesenangan (pleasure).
Makna datang dari:
- Kontribusi pada orang lain.
- Pertumbuhan pribadi.
- Koneksi emosional yang tulus.
- Hidup sesuai dengan nilai-nilai pribadi.
8. Filosofi Stoikisme dan Cara Menghadapi Hedonic Treadmill
Para filsuf Stoik seperti Seneca dan Marcus Aurelius sudah lama menyadari jebakan ini.
Mereka mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari mengendalikan pikiran dan emosi, bukan dari hal eksternal.
“He who is contented is rich.” — Lao Tzu
Dengan kata lain, kekayaan sejati bukan dari seberapa banyak yang kamu punya, tapi dari kemampuan merasa cukup dengan apa yang sudah ada.
9. Gantilah Pengejaran Kesenangan dengan Pengejaran Kehadiran
Setiap kali kamu tergoda mengejar hal baru, coba ubah fokusmu dari “lebih banyak” menjadi “lebih dalam.”
Alih-alih:
- “Aku ingin punya lebih banyak waktu liburan,” ubah jadi “Aku ingin benar-benar menikmati waktu yang aku punya sekarang.”
- “Aku ingin lebih banyak uang,” ubah jadi “Aku ingin menggunakannya untuk hal yang membuat hidupku berarti.”
Kuncinya bukan punya lebih banyak, tapi menghidupi lebih dalam.
10. Kesimpulan: Berhenti Berlari, Mulai Menikmati Langkahmu
Pada akhirnya, Tanda Kamu Masih Terjebak dalam Hedonic Treadmill: Mengejar Kesenangan Semu adalah pengingat bahwa hidup bukan lomba tanpa akhir.
Kamu nggak harus terus berlari untuk bahagia — kamu hanya perlu berhenti sejenak dan menikmati di mana kamu berdiri.
Hedonic Treadmill membuat kita terus mengejar sesuatu yang selalu menjauh.
Tapi kebahagiaan sejati datang saat kamu berhenti mengejar, dan mulai menghargai apa yang sudah ada.
“Happiness is not having what you want, but wanting what you have.”
FAQ (Frequently Asked Questions)
1. Apa itu Hedonic Treadmill?
Hedonic Treadmill adalah siklus psikologis di mana seseorang terus mengejar kebahagiaan lewat pencapaian, tapi efek bahagianya hanya sementara.
2. Apa tanda paling jelas terjebak dalam Hedonic Treadmill?
Kamu terus merasa “kurang,” cepat bosan dengan hal baru, dan kebahagiaanmu tergantung pada pencapaian eksternal.
3. Apakah Hedonic Treadmill bisa dihindari?
Bisa. Dengan kesadaran diri, rasa syukur, dan fokus pada makna hidup, kamu bisa keluar dari siklus ini.
4. Bagaimana hubungan antara Hedonic Treadmill dan media sosial?
Media sosial memperparah efeknya karena membuatmu terus membandingkan diri dengan orang lain.
5. Apa cara tercepat untuk mulai lepas dari siklus ini?
Berhenti mengejar “lebih banyak,” dan mulai belajar mensyukuri “yang ada sekarang.”
6. Apa manfaat keluar dari Hedonic Treadmill?
Kamu akan hidup lebih tenang, puas, dan bahagia tanpa tergantung pada hal eksternal.